Langsung ke konten utama

Pada Senja di 3 Rakaatmu

Pada Senja di 3 Rakaatmu

Lalu, adakah suatu perkara yang membuatmu enggan untuk pergi ke surau itu?

Tengoklah sejenak ke ufuk barat
Semesta mendukung
Sang mentari mengalah
Dia rela bertransformasi menjadi senja dalam sesaat
Semburat jingganya digores malu
Meneduhkan sepanjang jalan setapak kecil itu
Agar perjalananmu tak kau rasa terik
Kemudian kicauan burung
Atau rengekan kambing
Pun ocehan sapi dan para kerbau
Binatang - binatang itu menjeda senandung mereka
Agar takbir yang dilantunkan sang imam selalu terdengar jelas di telingamu
Dan angin hanya berhembus santai
Tapi hembusannya teratur
Masuk ke dalam tubuhmu lewat lubang tubuh yang kasat mata
Menyerok tumpukan sampah sampai kepada ampasnya dari isi otak dan hatimu
Digenggamnya kuat - kuat dan begitu sudah berada di luar tubuhmu, angin mengaburkannya
Begitulah.
Hingga pada saat kau mengangkat kepala dari sujud terakhirmu
Bebannya telah berkurang beberapa tingkat
Kau merasa ringan ?
Bersyukurlah
Karena semoga wiridanmu tak akan terganggu oleh kantuk
Ah, wiridan.
Lafadz tahfidz, tahmid, takbir yang dikumandangkan serempak
Gemanya mengalun keluar surau itu
Beris demi baris do'a selamatan fiddin yang dilafalkan sang imam senantiasa diiringi lafadz aamiin dari para makmum yang sesekali menitikkan air mata
Tangannya menengadah
Baru ketika sang imam melafalkan "wal hamdulillahi robbil 'alamin, Al- Fatihah", mereka menangkupkan tangan ke wajah letih mereka
Mengusapnya
Kemudian sepasang tangan itu saling bertemu dengan sepasang lainnya
Keriput, kencang, kasar, halus, besar, maupun mungil
Saling bergenggam dan berjabatan
Sembari menempelkan pipi kanan pada pipi kiri makmum disampingnya
Saling merangkul dan menepuk pundak
Saling menebar senyum
Wajah - wajah mereka seperti terlahir kembali
Bercahaya dan terlihat sangat bersih
Lalu, bagaimana dengan 3 rakaatmu ?
Tak merasa rugikah kau melewatkannya ?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Separuh Langit Itu Telah Menangis

Separuh Langit Itu Telah Menangis Uap - uap itu telah menuju singgasananya Jangan anggap singgasana ini semegah milik Ratu Bilqis Bukan. Kemudian, Bola bening itu jatuh ke bumi Awalnya hanya sebuah Lalu diikuti beberapa hingga begitu banyak Kuberi tahu, tak usah kau menghitunganya Karena mereka datang tak sendirian Mereka bergerombol Mungkin langit tak kuasa mengandungnya terlalu lama Hingga harus merelakannya jatuh bersama - sama Pendaratannya pun tak semuanya mulus Beberapa telah ditunggu lalu ditangkap oleh lembutnya daun waru Mengalir melalui tangkai daun hingga batangnya yang paling pangkal Lalu dengan lembut memeluk tanah di bumi itu Dan hilang. Lebur dengan yang lain Sisanya? Ah, mereka terlalu payah Sama sekali tak ada yang menyambutnya Mereja terjun bebas dari sang singgasana menuju daratan yang tak datar itu Mungkin mereka kesakitan Hingga harus pecah seketika begitu kakinya tak kuasa bertumpu dengan baik Mereka mengguyur Karangmojo Hanya Karangmojo

Balada Sang Memori

Balada Sang Memori Sesaat setelah ini Kita akan menangis Tersedu, pedih, dan saling merangkul Lalu semua diam Tinggal memori yang bertutur Berbisik, jangan pernah lupakan semua ini Sesaat setelah ini Memori akan terus meroda Terkadang dia berhenti di sebuah histori lawas Ada tawa disana Ada wajah - wajah tak asing yang sudah jarang dijumpai Sejenak dia tertunduk Lalu sang memori meroda lagi Kali ini dia memilih berjalan sampai pemiliknya tersadar Ketika sang pemilik mulai terjaga, sang memori telah tertidur Dia tertidur di sebuah tempat yang disebut ingatan Pada saat itu juga sang memori telah terendap Dia terendap di sebuah tempat yang sering disebut hati Sesaat setelah ini sang memori akan terus terlelap Sampai saatnya sang pemilik akan membangunkannya lagi Sekedar untuk diajak kembali bernostalgia