Langsung ke konten utama

Balada Sang Memori

Balada Sang Memori

Sesaat setelah ini
Kita akan menangis
Tersedu, pedih, dan saling merangkul
Lalu semua diam
Tinggal memori yang bertutur
Berbisik, jangan pernah lupakan semua ini
Sesaat setelah ini
Memori akan terus meroda
Terkadang dia berhenti di sebuah histori lawas
Ada tawa disana
Ada wajah - wajah tak asing yang sudah jarang dijumpai
Sejenak dia tertunduk
Lalu sang memori meroda lagi
Kali ini dia memilih berjalan sampai pemiliknya tersadar
Ketika sang pemilik mulai terjaga, sang memori telah tertidur
Dia tertidur di sebuah tempat yang disebut ingatan
Pada saat itu juga sang memori telah terendap
Dia terendap di sebuah tempat yang sering disebut hati
Sesaat setelah ini sang memori akan terus terlelap
Sampai saatnya sang pemilik akan membangunkannya lagi
Sekedar untuk diajak kembali bernostalgia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Separuh Langit Itu Telah Menangis

Separuh Langit Itu Telah Menangis Uap - uap itu telah menuju singgasananya Jangan anggap singgasana ini semegah milik Ratu Bilqis Bukan. Kemudian, Bola bening itu jatuh ke bumi Awalnya hanya sebuah Lalu diikuti beberapa hingga begitu banyak Kuberi tahu, tak usah kau menghitunganya Karena mereka datang tak sendirian Mereka bergerombol Mungkin langit tak kuasa mengandungnya terlalu lama Hingga harus merelakannya jatuh bersama - sama Pendaratannya pun tak semuanya mulus Beberapa telah ditunggu lalu ditangkap oleh lembutnya daun waru Mengalir melalui tangkai daun hingga batangnya yang paling pangkal Lalu dengan lembut memeluk tanah di bumi itu Dan hilang. Lebur dengan yang lain Sisanya? Ah, mereka terlalu payah Sama sekali tak ada yang menyambutnya Mereja terjun bebas dari sang singgasana menuju daratan yang tak datar itu Mungkin mereka kesakitan Hingga harus pecah seketika begitu kakinya tak kuasa bertumpu dengan baik Mereka mengguyur Karangmojo Hanya Karangmojo

Pada Senja di 3 Rakaatmu

Pada Senja di 3 Rakaatmu Lalu, adakah suatu perkara yang membuatmu enggan untuk pergi ke surau itu? Tengoklah sejenak ke ufuk barat Semesta mendukung Sang mentari mengalah Dia rela bertransformasi menjadi senja dalam sesaat Semburat jingganya digores malu Meneduhkan sepanjang jalan setapak kecil itu Agar perjalananmu tak kau rasa terik Kemudian kicauan burung Atau rengekan kambing Pun ocehan sapi dan para kerbau Binatang - binatang itu menjeda senandung mereka Agar takbir yang dilantunkan sang imam selalu terdengar jelas di telingamu Dan angin hanya berhembus santai Tapi hembusannya teratur Masuk ke dalam tubuhmu lewat lubang tubuh yang kasat mata Menyerok tumpukan sampah sampai kepada ampasnya dari isi otak dan hatimu Digenggamnya kuat - kuat dan begitu sudah berada di luar tubuhmu, angin mengaburkannya Begitulah. Hingga pada saat kau mengangkat kepala dari sujud terakhirmu Bebannya telah berkurang beberapa tingkat Kau merasa ringan ? Bersyukurlah Karena semog