Langsung ke konten utama

Tuan dan Nyonya yang Rendah Hati

Tuan dan Nyonya yang Rendah Hati

Sang waktu bukan saja merangkak
Ia telah mampu berlari
Dalam pelariannya, ia meninggalkan jejak
Helai demi helai rambut yang dulunya legam
Satu per satu kini mulai memutih
Ada seseorang disana yang sungguh setia dengan kursi rodanya
Matanya lesu, pilu
Dia sekalipun tak pernah berkata kepadaku, "aku menyayangimu"
Namun kerut di dahinya telah lebih daripada sebuah saksi
Di sisi lain di sudut rumah ini
Dia tak pernah beranjak dari tempat keramatnya
Sering aku mencium aroma sangit dari badannya
Terkadang wajahnya penuh coreng moreng angus hitam
Tapi tak terbantahkan, pelukan erat darinya seribu kali lebih hangat dari cashmere asli ngeri Batara
Ibu,
Kapan pun kau tetap indah
Jadi kalau orang bilang aku cantik, tentu itu adalah warisan darimu
Teruntuk Ayah
Tetaplah jadi Tuan terbijak untuk para Nona dan satu - satunya Nyonya di gubuk kecil kita
Maaf masih harus terus merepotkanmu untuk melindungiku meski kini usiamu telah senja
Ibu, Ayah
Teruslah sehat
Walaupun aku tau aku tak akan pernah sanggup membalas kasih kalian
Jika ada kata yang lebih agung daripada terimakasih, tentu itu akan aku persembahkan untuk kalian

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Separuh Langit Itu Telah Menangis

Separuh Langit Itu Telah Menangis Uap - uap itu telah menuju singgasananya Jangan anggap singgasana ini semegah milik Ratu Bilqis Bukan. Kemudian, Bola bening itu jatuh ke bumi Awalnya hanya sebuah Lalu diikuti beberapa hingga begitu banyak Kuberi tahu, tak usah kau menghitunganya Karena mereka datang tak sendirian Mereka bergerombol Mungkin langit tak kuasa mengandungnya terlalu lama Hingga harus merelakannya jatuh bersama - sama Pendaratannya pun tak semuanya mulus Beberapa telah ditunggu lalu ditangkap oleh lembutnya daun waru Mengalir melalui tangkai daun hingga batangnya yang paling pangkal Lalu dengan lembut memeluk tanah di bumi itu Dan hilang. Lebur dengan yang lain Sisanya? Ah, mereka terlalu payah Sama sekali tak ada yang menyambutnya Mereja terjun bebas dari sang singgasana menuju daratan yang tak datar itu Mungkin mereka kesakitan Hingga harus pecah seketika begitu kakinya tak kuasa bertumpu dengan baik Mereka mengguyur Karangmojo Hanya Karangmojo

Balada Sang Memori

Balada Sang Memori Sesaat setelah ini Kita akan menangis Tersedu, pedih, dan saling merangkul Lalu semua diam Tinggal memori yang bertutur Berbisik, jangan pernah lupakan semua ini Sesaat setelah ini Memori akan terus meroda Terkadang dia berhenti di sebuah histori lawas Ada tawa disana Ada wajah - wajah tak asing yang sudah jarang dijumpai Sejenak dia tertunduk Lalu sang memori meroda lagi Kali ini dia memilih berjalan sampai pemiliknya tersadar Ketika sang pemilik mulai terjaga, sang memori telah tertidur Dia tertidur di sebuah tempat yang disebut ingatan Pada saat itu juga sang memori telah terendap Dia terendap di sebuah tempat yang sering disebut hati Sesaat setelah ini sang memori akan terus terlelap Sampai saatnya sang pemilik akan membangunkannya lagi Sekedar untuk diajak kembali bernostalgia

Pada Senja di 3 Rakaatmu

Pada Senja di 3 Rakaatmu Lalu, adakah suatu perkara yang membuatmu enggan untuk pergi ke surau itu? Tengoklah sejenak ke ufuk barat Semesta mendukung Sang mentari mengalah Dia rela bertransformasi menjadi senja dalam sesaat Semburat jingganya digores malu Meneduhkan sepanjang jalan setapak kecil itu Agar perjalananmu tak kau rasa terik Kemudian kicauan burung Atau rengekan kambing Pun ocehan sapi dan para kerbau Binatang - binatang itu menjeda senandung mereka Agar takbir yang dilantunkan sang imam selalu terdengar jelas di telingamu Dan angin hanya berhembus santai Tapi hembusannya teratur Masuk ke dalam tubuhmu lewat lubang tubuh yang kasat mata Menyerok tumpukan sampah sampai kepada ampasnya dari isi otak dan hatimu Digenggamnya kuat - kuat dan begitu sudah berada di luar tubuhmu, angin mengaburkannya Begitulah. Hingga pada saat kau mengangkat kepala dari sujud terakhirmu Bebannya telah berkurang beberapa tingkat Kau merasa ringan ? Bersyukurlah Karena semog